Kapal Pemuda Nusantara Sail Raja Ampat 2014 #4

Minggu, 28 September 2014
Selasa 5 Agustus 2014..

Hari ini dimulai dari ketoka pintu mbak arni..dia tidak tahu kalau ternyata tania tidur denganku dan mas duta sekamar karena semalam tania takut tidur sendirian.
Setelah shubuhan kami segera berlatih tarian lagi di lantai 3 di penginapan bernama maros..
hari semankin siang..kegiatan dilanjutkan dengan kami survey lokasi kolinlamil TNI AL..jejeran Kapal gagah perkasa itupun sudah ku abadikan di Canon 350D ku..
ITC mangga dua menjadi destinasi kami..makan siang dan mencari sedikit keperluan di tempat ini. ada yang unik disini.,kami berempat + Om Armunanto berjalan bak pengawal artis..artisnya adalah adalah tukul arwana..seriusan ini..haha
Pakde Sutrisno a.k.a Tukul Arwana..KW SUPER.. menjadi sorotan langkah-langkah kami di mall yang cukup besar di pusat jakarta ini..
Pulang ke wisma kita langsung latian nari lagii sampai tulisan ini ku tulis di buku coklat..aku lagi berbaring nonton TVRI (satu satu nya channel TV yang ada di tv di kamar..wkwk)

salam ku untuk indonesia..
Adam Ikhya..





kaget ternyata masuk radar jogja juga

Sabtu, 27 September 2014

Kesungguhan Berbuah Banyak Prestasi


Kesungguhan Berbuah Banyak Prestasi
JOGJA – Rektor UII Dr. Ir. H. Harsoyo, M.Sc. menegaskan, seiring dengan kesungguhan yang tinggi dalam meningkatkan kualitas akademik di UII, berbagai prestasi membanggakan telah berhasil ditorehkan oleh civitas akademika UII. Untuk mengawali prestasi tahu ini (2014), prestasi-prestasi tersebut banyak diraih di bulan April lalu. Dijelaskan, mahasiswa Prodi Teknik Arsitektur UII atas nama Ibrahim Malik pada April lalu memperoleh kesempatan untuk mengikuti program pertukaran pelajar ke Jepang yang terselenggara atas kerja sama Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) dan JICE (Japan International Cooperation Center).
“Bersama 95 orang mahasiswa Indonesia lainnya yang berasal dari berbagai universitas, ia memperoleh kesempatan selama 9 hari untuk belajar tentang perencanaan dan tata kota di Jepang,” tegas Rektor UII Dr. Ir. H. Harsoyo, M.Sc..  Sementara itu mahasiswa UII atas nama Adam Ikhya Alfarokhi terpilih menjadi duta bahari mewakili Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ke tingkat nasional dalam Program Kapal Pemuda Nusantara Sail Raja Ampat 2014.  Prestasi membanggakan tersebut diraihnya setelah berhasil melalui tahapan panjang mulai dari seleksi berkas hingga seleksi kompetensi di bidang kepariwisataan dan wawasan nusantara. Program tersebut merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia yang bekerja sama dengan TNI Angkatan Laut.
Selain itu, kepercayaan membanggakan juga diterima oleh Guru Besar Fakultas Ekonomi UII, atas nama Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec., yang terpilih sebagai salah satu anggota executive board of International Universities Search and Rescue Council (IUSRC) dalam rapat general council di Turkish Republic Northern Cyprus (TRNC) pada 24 April 2014.  Menurut Rektor, IUSRC mempunyai tujuan untuk memperkuat dan mendekatkan hubungan antarmasyarakat dunia secara umum dan secara khusus bagi prguruan tinggi dan mahasiswa agar saling tolong menolong dalam isu kemanusiaan, seperti membantu korban bencana dan lain sebagainya. “Pada tahun 2012, UII bersama 30 universitas dari 20 negara, ikut menginisiasi berdirinya IUSRC,” ujarnya.
Berbagai torehan tersebut menandakan bahwa civitas akademika UII mampu menunjukkan keunggulan untuk bersaing dengan civitas akademika di universitas lain, tidak hanya di level nasional, namun juga internasional.  Hal ini juga menjadi indikasi bahwa eksistensi UII bukan hanya terlihat dari semakin baiknya manajemen kelembagaan, tetapi juga terlihat dari kualitas output civitas akademika yang dibuktikan dengan prestasi gemilang. “Oleh karenanya, UII akan terus mendorong dan mengapresiasi secara penuh raihan prestasi tersebut dan menjadikannya sebagai tradisi,” pungkasnya. (adv/jko)

Water Innovation Technology Competition 2014






Fenomena kerusakan lingkungan terjadi di seluruh sektor lini kehidupan, salah satunya permasalahan ketersediaan air bersih. Air merupakan salah satu aspek terpenting bagi kehidupan makhluk hidup. Tidak dipungkiri bahwa kebutuhan air semakin meningkat seiring bertumbuhnya populasi dan gaya hidup yang juga semakin modern. Namun, di Indonesia masih memiliki sejumlah permasalahan dibidang pengolahan air. Hal itu berimplikasi pada kurangnya produksi air bersih dan air minum.
“WATER INTEC” merupakan sebuah ajang kompetisi yang didalamnya mencakup tentang pengembangan teknologi pengolahan air. Acara ini dapat menjadi wadah untuk mengembangkan inovasi baru yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.Seperti yang kita ketahui saat ini, Indonesia minim akan teknologi pengembangan dalam bidang pengolahan air. Oleh karena itu, dalam acara ini kami mengapresiasi ide-ide brillian yang diaplikasikan ke dalam wujud teknologi pengolahan air.
Water INTEC adalah sebuah lomba inovasi teknologi air yang di selenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia pada tanggal 19-21 September 2014 di Gedung M.Natsir Kampus Terpadu UII Jl>kaliurang KM 14,5 Yogyakarta. Kompetisi ini terfokus pada konsep bagaimana sebuah inovasi teknologi dapat meningkatkan kualitas air. Sebuah kompetisi bagi mahasiswa/i S1 aktif seluruh Indonesia. Alat inovasi teknologi yang di lombakan mengacu pada tiga prinsip dasar yaitu;(1) Tepat guna ;(2) Teknologi bersih ;(3) Sustainable.
Kompetisi diawali dengan pengajuan proposal karya dari setiap peserta dari seluruh nusantara yang kemudian diseleksi menjadi 10 finalis yang akan mempresentasikan karyanya dihadapan juri dan mengikuti pameran karya inovasi teknologi yang akan diselenggarakan oleh panitia Water INTEC 2014.
Inilah 10 finalis WATERINTEC 2014 yang telah mempresentasikan karya mereka

No.
Nama Tim
Ketua Tim
Asal Universitas
1.
De'Poseidon
Muhammad Khoiri Albana
ITS
2.
Kudu HEBAT
Muhammad Arief Noverianto
ITB
3.
Neptune
Amelia Panca
ITB
4.
Banyu Ganesha
Albertus Goenawan
ITB
5.
Generasi Sinergy
Imam Pesuwaryantoro
UNDIP
6.
OptimUMM
Gilang Yandeza
UMM
7.
Dino Production
Savitri Rachmawati
UNDIP
8.
Filter Ceramic
Ahmad Sabri
UII
9.
Troco
Irma Agustin
ITS
10.
Banyu Biru
Muh Reza
UB

Acara puncak WATERINTEC bukan hanya presentasi karya finalis saja namun juga terdapat talkshow yang bertema teknologi tepat guna dalam pengelolaan air dimana sebagai narasumber adalah Bapak Ir.Hardjono Sudjanadi,MM selaku ketua IATPI (Ikatan Ahli Teknik Penyehatan Indonesia) Yogyakarta, Ibu Dra.Sri Wartini, S.H.,M.Hum.,Ph.D selaku ahli dalam Hukum Lingkungan, dan Bima Krida Pamungkas selaku perwakilan dan Ikatan Mahasiswa Teknik Lingkungan Indonesia (IMTLI).
Setelah melalui semua rangkaian kegiatan puncak, pada tanggal 21 September pukul 20.00 WIB diumumkan  3 besar tim terbaik yang berhak meraih juara pertama, kedua, dan ketiga ditambah 1 juara favorit versi juri, panitia, dan pengunjung pameran. Tim-tim tersebut adalah Generasi Sinergy dari UNDIP sebagai peraih juara pertama, Banyu Ganesha dari ITB sebagai peraih juara kedua, De’Poseidon dari ITS sebagai peraih juara ketiga dan Kudu Hebat dari ITB sebagai peraih juara favorit WATERINTEC 2014. “Kegiatan ini dirilis pertama kali pada tahun ini dan diproyeksikan akan terselenggara setiap dua tahun sekali dan akan terus berlanjut ke depan seiring dengan berkembangan dan kebutuhan zaman.” Ungkap Adam Ikhya selaku wakil ketua panitia WATERINTEC 2014.
Dihaturkan terimakasi sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah mendukung terselenggaranya kegiatan WATERINTEC 2014 ini, semoga ke depannya akan selalu terjalin kerjasama yang lebih intensif dan lebih baik lagi.



Kapal Pemuda Nusantara SAIL RAJA AMPAT 2014 #3 H-2

"Dari tanah menuju langit
dari bumi menuju ke matahari
dari mimpi untuk revolusi
dari kita untuk Indonesia
dari mu untuk kita semua
terus melangkah, terus berjuang, terus meraih mimpi
teruslah bermanfaat kawanku!"

cerita pas seleksi KPN dan persiapannya ndak usa ku critakan ya..pkoknya hampir sama dengan yang lain..berjibaku dengan smua hal utk berlayar.. emm mungkin bisa dibaca di Rahmatiazulkarnain.blogspot.com itu blog nya puan ameek..KPN RIAU.. yang part 1..sama sama 11-12 lah critanya.. ini aku mau tulis ttg perjalanan ku..eh lebih tepatnya pelayaranku..

"KAPAL PEMUDA NUSANTARA SAIL RAJA AMPAT 2014 melalu benak dna hatiku"

Senin 4 Agustus 2014....

diawali mimpi semalam dimana diriku sudah terapung berjuang dengan seluruh pemuda se nusantara..
pamitan dengan orang tua adalah kegiatan paling mengharukan..Bapakku langsung dhawuh kepadaku "ojo lali sholate dan pastikan setiap hari ngaji!"
Tak serupiahpun aku minta uang saku ke org tua..untuk menjalankan program ini hanya bermodal tabungan yang ku kumpulkan. Sebelum berangkat.. ke rumah mas duta diantar oleh adekku untuk membeli pesanan kaos jogja untuk bang zen..,setelah itu membetulkan jam tanganku yang patah..dan terakhir beli sabuk di Pamela..
Keringat tercucurkan karena perjalanan panjang untuk sampai ke Bandara Adi Sucipto Yogyakarta..
sampai disana..sahabatku Febi Rachmadewi mengantarkanku ..dan satulagi temenku yang berinisial E.G.P trnyata tidak datang padahal janji mau ngantar..hahaha tak apa lah..
WUUUSSS NGGEEEEEENNGG NGGIIIIING...

ceritanya sudah sampai di Soekarno Hatta..langsung deh kita uda di jemput Gajah Besi (re: mobil elf gituu) dan diantar langsung ke wisma maros.. (brhubung masih lama hari H nya)..malam nya kita langsung istirahat karena super duper lelah.. good night.. see you on part 2..



salamku untuk Indonesia.
~Adam Ikhya

Kapal Pemuda Nusantara Sail Raja Ampat #2

Selasa, 22 April 2014
shoot..utk surat kabar


Kapal Pemuda Nusantara Sail Raja Ampat 2014 #1

this is our prepare..












reBlog: Kota Yang (ke)Sepi(an)

Senin, 03 Maret 2014

pagi ini ada yg ngechat..sahabat saya waktu SMA..skrg dia jadi arsitektur di UGM..nahdi chat sebuah artikel unik menarik dan penuh filosofi..yg ingin saya reBlog biar dibaca banyak orang.. ini karangan mas Andika Saputra...

Mohon izin ya mas buat reBlog..ini bagus bgt trutama utk saya sebagai mahasiswa teknik lingkungan..smoga bermanfaat
Kota yang sepi. Kenapa?
Kota yang ditinggalkan masyarakatnya. Kemana?
Tak kemana. Ia hanya dicerai ruang terbuka.
Kota yang kesepian.
Sebab hal ihwal perceraian kota dengan ruang terbuka tak ingin aku ungkap di artikel ini toh bukan rahasia lagi bahkan banyak pihak saling tuding. Maksud ingin menghilangkan pilu, kota mencari pasangan baru. Mencoba menjalin hubungan dekat dengan Mall, awalnya berjalan baik tapi harus berakhir di tengah jalan karena keegoisannya menjadikan kota hanya sebatas obyek perasan. Kota yang tak ingin putus asa mencoba kembali menjalin hubungan mesra, kali ini dengan bangunan perkantoran yang menjulang hingga ke langit. Tapi lagi-lagi harus menahan pahitnya hinaan karena begitu sombongnya menjadikan kota direndahkan serendah-rendahnya. Kota yang kembali sendiri, tanpa hak asuh anak menjadikannya sepi.


Dalam artikel ini aku ingin berbincang tentang ruang terbuka yang kini menjanda. Yang dari rahimnya lahir masyarakat yang memasyarakat, yang diasupinya dengan udara dan diajarinya menjalin rajutan pengalaman dalam ruang bersama. Ruang terbuka adalah ibu bagi masyarakat yang berkelanjutan, pasangan terbaik baik kota yang ingin tampak muda hingga seabad kedepan. Sungguh tah habis pikir berbagai konflik dan intrik yang dipaksakan untuk memisahkan keduanya dan merusak keharmonisan keluarga kota. Katanya demi kehidupan yang lebih baik, walaupun tahu tak ada perceraian membawa kebaikan. Karena itu dalam artikel ini pun aku ingin berbincang tentang kota yang (ke)sepi(an).
Setiap perceraian pasti menghadirkan korban; anak-anak hasil pernikahan yang harus mengalami trauma sepanjang angan. Masyarakat kota, korban dari perceraian kedua orang tua yang (tak) dikehendaki. Masyarakat yang dahulu memasyarakat kini tercerai berai menjadi (sekedar) orang-orang. Tak lagi dalam identitas keluarga. Di-panti asuhan-kan dalam penjagaan ibu asuh yang asing tapi melenakan. Tentu dalam artikel ini pun aku ingin berbincang tentang masyarakat kota yang mulai kehilangan ingatan atas ayah dan ibu. Anak yang di-yatim-kan dan di-piatu-kan oleh pihak ketiga yang sedang (mulai) lupa akan usul dan asalnya.
*****
Rustan Hakim, seorang ahli arsitektur landskap mengkategorisasikan ruang terbuka menjadi ruang terbuka pasif dan ruang terbuka aktif. Mudahnya, ruang terbuka pasif memiliki fungsi ekologis sedangkan ruang terbuka aktif memiliki fungsi sosial. Dampak tersingkirnya bahkan menghilangnya ruang terbuka pasif dalam suatu kota akibat tergerus perkembangan yang tak beradab menyebabkan munculnya berbagai bencana alam. Banjir salah satunya yang telah akrab dan rutin datang setiap tahun di musim penghujan karena tak tersedia ruang bagi air untuk kembali ke dalam tanah. Lalu masyarakat pun harus diungsikan.
Kota yang awalnya riuh dengan berbagai aktivitas mendadak sunyi senyap ditinggal masyarakat yang mengungsi dan termenung sedih di tempat pengungsiannya. Kota yang kesepian, begitu pula masyarakatnya. 
Dampak yang lebih mengerikan dari tersingkirnya ruang terbuka pasif disaksikan langsung oleh Ibnu Khaldun –semoga Allah merahmatinya- di Kota Fez yang mewakili daerah maghrib dan Kota Mesir yang mewakili daerah masyriq pada abad 14 masehi. Hilangnya ruang terbuka pasif akibat pembangunan fisik yang pesat tak terkontrol menjadikan kota hidup tanpa kemampuan menghasilkan udara bersih. Kepadatan kota yang tinggi dengan berbagai wujud keangkuhan arsitekturnya tak dapat menjadi penolong masyarakatnya dari kualitas udara yang buruk sehingga mudah berkembang berbagai wabah penyakit yang berakhir dengan angka kematian yang tinggi. 
Aku kutipkan nasihat dari Ibnu Khaldun –semoga Allah merahmatinya- agar semoga dapat diambil pelajaran,
“Angka kematian di kota-kota yang dipenuhi bangunan seperti Mesir di masyriq dan Fez di maghrib lebih banyak dibandingkan di tempat lainnya”.
“Penyebab banyaknya bau busuk dan kelembaban yang membahayakan adalah banyaknya dan sempurnanya pembangunan”.
“Berjangkitnya wabah biasanya disebabkan oleh rusaknya udara akibat banyaknya pembangunan yang membuat banyak hal bercampur, baik bau busuk maupun kelembaban yang berbahaya”.
“Jelaslah hikmah pentingnya ruang terbuka dan gurun yang tak berair di antara bangunan-bangunan. Ini sebuah keharusan agar udara dapat leluasa silih berganti menghilangkan kerusakan dan kebusukan yang terdapat di udara sehingga dapat mendatangkan udara yang sehat”. 
Kematian warga yang serempak dan tak berkesudahan menjadikan kota semakin sepi dan akhirnya seorang diri. Kota (bagi orang) mati.
Tak terhitung dampak ekologis akan muncul seiring rusaknya ruang terbuka pasif, pun tak sedikit dampak sosial akan muncul sering menghilangnya ruang terbuka aktif. Ruang terbuka aktif adalah ruang bertemu bagi warga kota, ruang berjumpa, ruang bercengkerama bersama, ruang berbagi kasih dan pandangan, atau sekedar ruang untuk menikmati terbenamnya matahari di ufuk sambil menikmati segelas teh hangat ditemani sebuah buku. Bagaikan denyut nadi, ruang terbuka aktif memastikan jantung kota terus berdenyut. Memutus nadinya sama saja mengakhiri riwayatnya.
Kita harus jujur kualitas dan kuantitas ruang terbuka aktif di berbagai kota memang semakin menyedihkan. Pembangunan fisik yang hanya bertujuan ekonomi menumbuh suburkan praktek komersialisasi ruang. Ruang-ruang tak bernilai rupiah pun harus menyingkir, kemudian dipetakkan sebagai obyek komoditas. Alasan tingginya harga lahan menjadi pembenaran untuk membangun semaksimal mungkin tanpa menyisakan sejengkal pun ruang terbuka atas nama untung rugi materi. Bagi developer perumahan tentu jauh lebih menggiurkan memaksimalkan penambahan unit rumah yang dapat menghasilkan keuntungan dibandingkan menyediakan lahan ruang bersama bagi warganya.
“Ini bisnis bung, bukan pergerakan sosial. Apalagi pergerakan melawan pasar!”
Wabah penyakit akibat hilangnya ruang terbuka aktif telah mencemari udara bahkan tanpa disadari telah banyak korban berjatuhan. Wabah penyakit yang tak terdeteksi bahkan tak dirasakan gejalanya.
Mark Slouka mencoba mendeteksi penyakit akibat hilangnya ruang terbuka aktif di tengah komunitas masyarakat kota yang disebutnya dengan penyakit ‘kembali ke rumah’. Realitas yang dianggap telah rusak dan tercemar di sisi lain teknologi yang menawarkan kemampuan mengkonstruksi realitas maya yang ideal menjadikan warga kota lebih memilih untuk berada di dalam ruang-ruang pribadinya; rumah. Ketiadaan ruang bersama untuk saling bertegur sapa dan bercanda tergantikan dengan aktivitas chatting di sosial media, menikmati tontonan televisi dengan berbagai program penjelajahan alamnya yang entah berada di planet mana, atau menghabiskan waktu mendengarkan lagu sambil mengingat-ingat kenangan berkumpul bersama di pojok taman kota yang kini menjadi alas apartemen kalangan elit.
Yasraf Amir Piliang telah jauh-jauh hari mengingatkan agar berhati-hati dengan kehadiran teknologi cyber yang dianggap oleh pecandunya mampu menggantikan ruang terbuka aktif di alam fisik dan dipercaya mampu menghadirkan realitas yang sempurna tanpa cacat dan penyakit. Perlahan-lahan warga kota akan kehilangan rasa kepemilikan terhadap ruang bersama dalam alam fisik. Tak ada lagi rasa perhatian apalagi keterikatan, bahkan tak mau tahu akan keberadaannya karena telah menemukan alam yang lain. Alam yang baru kata Allucquere Rosanne Stone. 
Betapa jauh jarak antara pecandu dunia maya dengan realitas sebenarnya, kata Slouka, sehingga berbagai aktivitas bersama yang sederhana di ruang terbuka bagaikan aktivitas yang menjemukan milik masyarakat romantisme yang tidak lagi relevan di zaman teknologi digital saat ini atau aktivitas yang eksotis milik masyarakat tribal yang hanya dapat ditemui di pelosok dunia yang tak mampu dijangkau oleh citraan satelit. Pun sudah kita temui generasi baru yang begitu bergairahnya bermain sepak bola di depan layar monitor dibandingkan menendang bola di tengah lapang, karena memang kini lapang telah menjadi sempit dan tentu saja teknologi menawarkan solusi permainan sepak bola tanpa cedera, keringat, dan nafas yang tersenggal-senggal. Dan yang terpenting tanpa perlu tanah lapang. Munculnya fenomena tersebut memancing Gregory Stock untuk menggerutu,
“Sudah tak mengherankan apabila keterkaitan emosional antara manusia dengan lingkungan alamiahnya kini semakin rapuh. Suatu bagian pengalaman manusia yang kini semakin berkembang malah terjadi di alam yang sama sekali berbeda (realitas maya -pen)”
Paul Virilio mungkin akan tersenyum lebar seiring bermunculan fakta-fakta yang menguatkan tesisnya bahwa arsitektur telah mati karena masyarakat tak lagi peduli dengan dimensi fisik ruang di alam relitas. Terhanyut di dalam ruang arsitektur maya. Kehidupan kota ‘di luar’ menjadi sepi karena ramainya berpindah ‘ke dalam’.
Warga kota yang merasa nyaman berada di dalam ruang-ruang pribadinya menjadikan kota seketika sepi. Denyutnya sangat lemah. Sebab hilangnya warga kota bukan mengungsi karena bencana alam, bukan pula bergeletakan menjadi mayat karena wabah penyakit, tapi warganya tengah sibuk berada di dunia baru yang tanpa bencana alam dan tanpa wabah penyakit yang mematikan. Kota yang diacuhkan warganya memang kota yang (ke)sepi(an).
*****
Menggunakan logika berpikir Mark Slouka aku ingin mengatakan, adalah kewarasan yang sederhana bagi kita untuk terikat dengan realitas fisik. Sejauh mana kesadaran dan keterikatan kita terhadapnya, sejauh itu pula kepedulian kita untuk menjaga hubungan yang harmonis antara kota dan ruang terbuka. Kata banyak orang, hanya anak yang dapat menjaga kebersamaan kedua orang tuanya. Tentu hanya jika kita berkeinginan untuk menjaga keutuhan keluarga. Keluarga kota yang berkelanjutan. 
Akhirnya, wallahu a’lam bishawab. 
Ditulis oleh Andika Saputra
Bertempat di Yogyakarta pada Jumadil Awal 1435 Hijrah Nabi

Demistifikasi Persepsi Masyarakat dalam Menghadapi Bencana

Kamis, 06 Februari 2014


 PUSAT STUDI PERUBAHAN IKLIM DAN KEBENCANAAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

oleh :
Adam Ikhya Alfarokhi / 12513134 / PuSPIK UII

Bencana alam sering menelan korban. Salah satu penyebab bencana alam justru bersumber dari ulah manusia. Pertama, manusia justru merusak ekosistem alam sehingga bencana justru menerpanya, misalnya manusia melakukan penggundulan hutan sehingga berakibat terjadinya banjir. Kedua, manusia kurang waspada sehingga tidak melakukan mitigasi sedini mungkin. Ketiga, manusia mulai hidup dalam alam modernitas sehingga menyepelekan kearifan lokal yang telah dikembangkan oleh masyarakat lokal untuk beradaptasi dengan alam dan kehidupan bersama. Kearifan lokal itu berfungsi sebagai semacam alat mitigasi untuk mengurangi resiko atas terjadinya bencana. Sebaliknya, manusia kemudian masa kini hanya percaya kepada pengetahuan dan teknologi modern walaupun ternyata tidak mudah diaplikasikan karena adanya hambatan SDM, birokrasi, dan sumber daya keuangan serta benturan dengan budaya dan masyarakat yang masih kuat memegang prinsip kearifna lokal.
Demistifikasi yang berkaitan dengan mitos-mitos yang berkembang di masyarakat menurut Barthes adalah fungsi dari mitologis yang berlawanan dengan mitos-mitos pembuat, adalah untuk melawan mitos dengan mengekspos apa yang dilihat sebagai delusi atau kebohongan. Membuka mata publik untuk fakta bahwa apa yang mungkin muncul “tidak bersalah” dan “wajar”nadalah sebagian besar hasil dari distorsi dan misinterpretasi yang termotivasi oleh ideologi.
Sebagai contoh yang dijelaskan oleh Prof.Dr.Ir. Dwikorita dalam seminarnya, setiap terjadi gempa bumi di suatu daerah selalu dikaitkan dengan kemunculan awan gempa (yaitu awan cirrus) yang keberadaannya disebut-sebut sebagai tanda akan terjadinya gempa. Analisis menjelaskan bahwa belum ada bukti yang kuat mengenai hal tersebut, kemunculan awan cirrus masih berupa hipotesis dan masih dianggap kebetulan saja namun mitos yang berkembang di masyarakat seolah-olah mendoktri bagi siapa saja yang mendengar mitos tersebut menjadi percaya. Awan gempa yang di liat oleh sekelompok orang disuatu kawasan yang terjadi gempa tidak dapat memberikan kesimpulan bahwa setiap munculnya awan cirrus tersebut akan terjadi gempa. Keberadaan awan tersebut yang diliat oleh orang satu dengan orang yang lainnya dengan perbedaan lokasi yang cukup jauh, belum tentu membuktikan bahwa awan tersebut adalah awan yang sama.
Mitos yang mudah berkembang membuat masyarakat juga mudah tersesat dengan kepercayaan yang belum terbukti secara ilmiah. Prof.Dr.Ir Dwikorita mengibaratkan hal lain adalah dengan kejadian yang dimisalkan “ketika Pak SBY dan istri sedang berpidato lalu ada seribu orang yang mendengarkan kemudia terjadi gempa bumi, maka akankah dapat disimpulkan bahwa setiap Pak SBY dan istri sedang berpidato dan disaksikan oleh seribu orang maka itu adalah tanda akan terjadinya gempa?”. Oleh karena itu Demistifikasi persepsi masyarakat sangat diperlukan dalam mensikapi terjadinya bencana alam.
Dari uraian tersebut dapat ditarik akar permasalahannya yaitu :
1.      Belum dipahaminya fenomena yang terjadi sebenarnya adalah fenomena apa
2.      Apa yang harus dilakukan ketika terjadi fenomena tersebut
3.      Bagaimana mensikapi fenomena tersebut dengan tepat. (menghindar,mencegah, dan beradaptasi)
Dari akar permasalahan tersebut terdapat GAP yang menghambat proses penyelesaiannya, diantaranya adalah
1.      Problem Sosial dan Teknis :
(a)    Akses masyarakat masih terhalang pada hasil riset
(b)   Pemahaman dan kapasitas masyarakat dan pemerintah
(c)    Kondisi sosial kultural-ekonomi
2.      Kolaborasi akademi-komunitas-pemerintah-industri
Oleh karena itu beberapa upaya demistifikasi dapat dilakukan dengan cara riset, edukasi, penguatan spiritual, dan kolaborai semua pihak yang terkait.
Indonesia berada pada tempat yang terkena dampak proses geologi yang dapat merugikan manusia. Sehingga “mitigasi”nadalah upaya untuk mensikapinya.
Mitigasi merupakan salah satu rangkaian kegiatan penanggulangan bencana alam yang berlangsung dalam kondisi pra-bencana. Kegiatan mitigasi itu meliputi pencegahan dan pengurangan resiko bencana, baik yang berdifat kultural maupun yang berdifat teknokratis. Dalam kehidupan sehari-hari orang Merapi (warga yang tinggal disekitar Gunung Merapi) yang terkelompok dalam komunitas-komunitas dusun sepertinya tidak memiliki aktivitas mitigasi. Memang tanpa melakukan observasi dan kontak intensif dengan warga, maka akan sulit dijumpai adanya berbagai bentuk mitigasi berdasarkan perspektif lokal. Hal ini karena kegiatan mitigasinya dapat dikatakan melebur menjadi satu satuan kegiatan hidup sehari-hari di sektor pertania, peternakan, pembangunan rumah dan sarana fisik, dan ritual keagamaan.
Dalam kenyataannya, orang merapi memiliki strategi mitigasi yang relatif dapat diandalkan sebagai instrumen untuk beradaptasi dengan bencana. Mereka seperti orang Jawa pada umumnya sangat kuat mengembangkan tema budaya dahulukan selamat dalam meniti kehidupan yang lekat dengan bahaya disekitarnya bila tidak diantisipasi. Oleh karena itu, mereka mengembangkan berbagai strategi agar keselamatna itu diraih sekalipun hidup di Merapi yang terus aktif.
Pengurangan resiko bencana dalam perspektif orang Merapi melalui kegiatan mitigasi dilakukan melalui empat elemen mitigasi yaitu:
1.      Peningkatan Kepekaan Batin
2.      Melakukan Ritual Keagamaan
3.      Pengaturan Tata Ruang, dan Penerapan Teknologi Tepat Guna
4.      Responsifnya warga terhafapt mitra; Program Pemerintah dan LSM
Penguatan kearifan lokal itu identik dengan penignkatan partisipasi masyarakat. Memberikan kepercayaan kepada masyarakat untuk mengembangkan kearifan lokal seperti mempertajam religiositas, kedekatan dengan alam, gotong royong, dan berbagai ekspresi solidaritas sosial justru lebih penting daripada memperkuat peran pemerintah sehingga meruntuhkan ketahanan masyakarakat terhadap bencana.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa berkembangnya mitos di masyarakat sebaiknya segera dibuktikan dengan riset yang kemudia setelah terbukti untuk segera dipublis kemasyarakat agar tersebarkan kebenarannya sehigga diharapkan tidak menjadi sebuah penyesatan untuk masyarkat. Dan untuk hal-hal yang belum terbukti kebenarannya sebaiknya dijaga agar tidak dibesar-besarkan yang dapat berdampak negatif dikemudian hari.